Pemerintah kesulitan revisi aturan kuota impor hortikultura


Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyatakan revisi pembatasan impor hortikultura akan dibicarakan bersama Menteri Pertanian Suswono dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa nanti sore, Jumat (5/4). Rapat itu akan membahas penggantian sistem kuota yang diterapkan untuk membatasi impor buah dan sayur dari luar negeri.

Gita menyatakan ada usulan untuk memakai sistem tarif sebagai alternatif pengganti kuota. Namun penerapan bea masuk cukup sulit diterapkan karena tidak sesuai beberapa perjanjian liberalisasi perdagangan, seperti ASEAN Economic Community (AEC) 2015.

“Kalau dengan tarif masih dipertimbangkan. Karena kita masuk koridor perjanjian misalnya AEC, di mana semestinya tarif (bea masuk) berkala turun,” ujarnya selepas mengunjungi Pasar Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/4).

Meski masih kesulitan mencari alternatif pengganti kuota, Gita memastikan sistem penjatahan impor harus diganti. Sebab banyak negara keberatan dengan cara Indonesia yang rumit memberi perizinan jumlah komoditas buah dan sayur yang masuk ke pelabuhan. Akibat pembatasan ini, pemerintah memang diadukan Amerika Serikat, Australia, dan Kanada ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

“Untuk kuota sudah banyak dipertanyakan dunia internasional termasuk di WTO. Jangan pakai kuota. Itu sangat destruktif, sehingga stabilisasi harga tidak bisa dilakukan,” cetusnya.

Untuk sementara, persoalan lonjakan harga buah dan sayur akibat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) terlambat dikeluarkan Kementerian Pertanian. Maka revisi ini akan diarahkan membuka keran impor sebesar-besarnya untuk komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri, seperti bawang putih.

“Kalau saya lihat ada produk yang agak sulit disubtitusi dari dalam negeri, kalau bisa itu yang kita fokuskan untuk dibuka (impor). Saya sepakat dengan Pak menko, kita harus identifikasi produk-produk apa saja yang perlu keterbukaan,” kata Gita.

Dua beleid yang bakal direvisi itu adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60 Tahun 2012, tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Keduanya berlaku sejak Januari 2013.

Saat ini ada 13 komoditas holtikultura yang dibatasi importasinya hanya melalui empat pelabuhan tertentu, termasuk bawang, kentang, kubis, wortel, cabe, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, krisan, anggrek, dan heliconia. Namun, karena pasar terbesar di Jawa, 80 persen buah dan sayur impor masuk melalui pelabuhan Surabaya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan berharap revisi Permentan itu tidak sampai menghapus sistem kuota. Dia menilai lebih baik yang diubah hanyalah jumlah komoditas yang masuk daftar dibatasi.

“(Revisi sistem kuota) itu terlalu berani. Kita melihat revisi itu terkait penajaman mengenai komoditas apa saja yang akan dibatasi,” ungkapnya.

Dia menyatakan revisi itu jangan sampai mengorbankan kepentingan nasional. Karena kuota diciptakan untuk menjamin kesejahteraan petani. “Ada unsur national interest, dulu kan berdarah-darah juga menyusun UU horti itu,” kata Rusman.

Sumber: Merdeka.com

2 responses

  1. Great tremendous issues here. I am very satisfied to peer your post. Thanks so much and i’m taking a look forward to touch you. Will you kindly drop me a e-mail?

    Like

    1. Type text or a website address or translate a document.
      Cancel

      Translate from: Indonesian
      thanks a lot …. hopefully useful for you.
      I am open to it.
      you can follow the news on my blog directly with Click to follow this blog and receive notifications of new posts by email in case my blog homepage or suryono985@gmail.com

      Like

Info Seputar Perbankan

Banking Information

Cerita Seks Dewasa | Cerita Ngentot | Cerita Panas | Cerita Hot

Kumpulan Cerita Seks Dewasa | Cerita Panas | Cerita Ngentot | Cerita Mesum Hot

Jati Mulyadi

the story of a little tree

Information & Technology

Banking Information

WordPress.com News

The latest news on WordPress.com and the WordPress community.