Menembus 10 Milyar !!!
Selasa pagi itu, suasana di Koperasi Jasa Agribisnis STA Panumbangan riuh oleh petani yang akan mengikuti Pelatihan Pertanian Terpadu Sistem Budidaya Cabai Industri yang diselenggarakan oleh KPwBI Tasikmalaya. Pelatihan yang terselenggara pada tanggal 20 – 22 November lalu dibuka oleh Deputi Kepala Perwakilan BI Tasikmalaya. “Program Klaster Nasional Cabai Merah Besar ini merupakan upaya berjamaah mengoptimalkan potensi sektor pertanian hortikultura di wilayah Ciamis dan Tasikmalaya. Layaknya orang berjamaah, harus ada imam dan ma’mum. Demikian juga dalam program kemitraan, dalam hal ini koperasi menjadi imam dan petani sebagai pengikut. Koperasi harus dijadikan sebagai lokomotif perkembangan cabai industri, karena apabila petani bertindak sendiri-sendiri gerakannya menjadi tidak sinergis sehingga percepatan perkembangannya tidak seperti yang diharapkan,” ujar Sabarudin dalam sambutannya.
Apresiasi terhadap Program Klaster Cabai Merah, diberikan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis yang menghadiri acara pembukaan pelatihan, “Sejak dicanangkannya Program Klaster Nasional Cabai Merah Besar oleh Bank Indonesia Tasikmalaya, sudah banyak kegiatan yang dilaksanakan dan dirasakan manfaatnya. Bimbingan teknis dan Sekolah Lapang Good Agricultural Practice, studi banding, Pelatihan Pasca Panen, dan sekarang Pelatihan Pertanian Terpadu Sistem Budidaya Cabai Industri. Untuk itu, kami sangat berterima kasih sekali,” ucap Djuda Djendra, mewakili Kepala Dinas.
Berbagai video yang ditayangkan narasumber dari CV. Indoagri Anugrah mengenai mikroorganisme antagonis, pelestarian musuh alami, pengaruh pestisida kimia sintetik, serta proses pembuatan bokasi sangat menarik perhatian petani. Pelatihan kali ini disamping memberikan pemahaman mengenai konsep kemitraan kepada petani yang melakukan kontrak kerjasama dengan PT Heinz ABC, juga ditujukan untuk menggugah awareness petani mengenai efek negatif penggunaan pestisida kimia sintetik dalam jangka panjang terhadap tanah dan tanaman.
Delapan puluh lima orang petani yang menjadi peserta pelatihan, terkejut ketika mengetahui teknik budidaya yang biasa mereka lakukan selama ini, meskipun mudah, praktis dan dapat membunuh dengan cepat, namun dalam beberapa tahun ke depan membuat tanah yang mereka olah dengan tetesan keringat semakin tercemar dan tidak produktif. “Apabila dibiarkan, dipastikan biaya produksi semakin hari akan semakin tinggi karena semakin banyak obat yang harus dipergunakan untuk mendukung tanah yang semakin tidak subur dan membasmi hama penyakit yang semakin resisten”, terang narasumber.
“Kalau sudah begitu, produk kita semakin tidak kompetitif. Sudah harganya semakin mahal, residunya semakin banyak. Dikhawatirkan, produk impor yang lebih murah semakin membanjiri pasar domestik,” ujar Nazihun Nafs dari PT Heinz ABC Indonesia. “Agar tak berakhir sebagai penonton, perubahan harus dilakukan oleh petani, hal tersebut tidak bisa ditawar lagi. Kita harus mau berubah menjadi petani yang cerdas, petani yang revolusioner, kreatif dan inovatif, yang menerapkan sistem pertanian terpadu menuju organik yang ramah lingkungan,” lanjutnya.
Keberadaan klaster cabai diharapkan dapat menjawab permasalahan klasik yang dihadapi petani, yaitu sulitnya akses permodalan ke perbankan serta fluktuasi harga hasil panen. Dengan melakukan kontrak dengan pasar industri, dalam hal ini PT Heinz ABC, kedua permasalah tersebut tampaknya teratasi. Petani memperoleh kepastian pasar dan harga sehingga perbankan pun mulai aktif terlibat. Hasil yang dicapai dirasa fantastis. Akhir tahun 2010, penyaluran kredit kepada sektor pertanian hortikultura oleh perbankan di wilayah kerja KPwBI Tasikmalaya hanya menunjukkan angka Rp24,18 juta. Di akhir tahun 2011 meningkat menjadi Rp364,97 juta dan pada hingga bulan Oktober 2012 menembus angka 10 miliar atau tepatnya Rp11,396 miliar!!
Menjadikan Koperasi Feasible dan Bankable
Prihatin! Itulah mungkin kata yang tepat untuk mengungkap kondisi PerKoperasian di Tasikmalaya. Sebagai tempat Kongres Pertama Koperasi dilakukan, 12 Juli 1947, seharusnya Koperasi sudah berkibar lama dan menjadi sokoguru ekonomi daerah. Namun peristiwa itu lewat begitu saja, tak termanfaatkan. Saat ini saja, di Kota Tasikmalaya ada 486 Koperasi. 158 di antaranya atau 32,51% sudah tidak aktif lagi. Hanya 328 Koperasi (67,47%) yang masih bertahan. Itupun umumnya berbentuk Koperasi Karyawan. Seperti kata pepatah “hidup segan, mati tak mau”.
Menggunakan momentum “Hari Koperasi”, Bank Indonesia Tasikmalaya; Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian serta PT BNI Tbk Tasikmalaya bertekad, bekerja sama, untuk memajukan Koperasi melalui peranannya masing-masing. Selasa, 17 Juli 2012, di aula Bank Indonesia Tasikmalaya, disaksikan Walikota, Kepala Dinas se-Kotamadya dan ratusan mata pengurus, pengawas dan anggota koperasi serta undangan lainnya, tekad tersebut dituangkan melalui penandatanganan MoU (Memo of Understanding)
Dalam kata sambutannya, Kepala KPw BI Tasikmalaya, Isa Anshory meminta Koperasi merubah image agar bisa maju. Ada 3 tantangan yang harus dibenahi; yaitu menghapus image pemburu fasilitas pemerintah, meningkatkan nilai visionable agar bankable, dan mengikis perilaku Koperasi yang individualistis. “Ini tantangan berat. Namun hendaknya menjadi cambuk untuk bangkit menjadi Koperasi yang dinamis dan menjadi badan usaha yang tangguh dalam memberi kontribusi terhadap Perekonomian Nasional”, tandas Isa Anshory.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Walikota Tasikmalaya, Syarief Hidayat mengingatkan bahwa Tasikmalaya tidak bisa menghindar dari gegap gempita Perkoperasian Nasional. Sebagai tempat Kongres Pertama, Tasikmalaya akan terus disebut-sebut. Fakta ini seharusnya bisa mendorong Perkoperasian Tasikmalaya untuk mejadi barometer kemajuan Koperasi di Indonesia. “Kuncinya adalah trust/kepercayaan. Dengan image yang bagus, Insya Allah trust tercipta”, ujar Beliau.
Setelah penandatangan MoU, acara dilanjutkan dengan dialog interaktif. Narasumber dialog adalah, Rektor Universitas Siliwangi, Prof. Dr. H. Kartawan SE MP, Pemimpin Sentra Kredit Kecil PT BNI Tbk Tasikmalaya, Triono Budi Rahardjo dan Deputi Kepala KPw BI Tasikmalaya, Sabarudin. Banyak pertanyaan dan harapan yang disampaikan oleh Peserta maupun Narasumber. Intinya adalah, MoU tersebut tidak hanya sebatas seremonial, namun perlu tindaklanjut yang serius dan berkelanjutan. Prof. Dr. H. Kartawan SE MP mengingatkan bahwa Akademisi akan mengawal realisasi MoU ini. Sementara Triono Budi Rahardjo, berjanji akan mengucurkan kredit berapapun besarnya sepanjang memenuhi Standard Operating Procedur (SOP) BNI. Bank Indonesia Tasikmalaya berkomitmen untuk memperluas pihak-pihak yang terlibat dalam MoU. Tidak hanya Koperasi se-Kotamadya, tapi se-Priangan Timur. Tidak hanya melibatkan PT BNI Tbk, tapi juga Perbankan lainnya.
Butuh waktu yang panjang, untuk terciptanya impian tersebut. Dengan kerja keras dan upaya bersama, tidak ada yang tidak mungkin. “Apabila ada ketidaksepahaman antara Koperasi dan Perbankan oleh sebab image masa lalu, BI siap untuk memfasilitasi dan memediasi untuk mencapai kesepakatan. BI mampu untuk itu. BI juga siap membina dan memberikan pendampingan Koperasi, baik dari sisi manajemen maupun operasional agar menjadi Koperasi yang tidak hanya feasible tapi juga Bankable”, pungkas Sabarudin.